JAKARTA, Lintas
Rakyat Post (31/01/2020) – Kementerian Keuangan merilis beleid yang akan
menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bendahara pengeluaran, penerimaan,
dan/atau bendahara desa. Pencabutan NPWP ini akan dilakukan secara jabatan oleh
Dirjen Pajak.
Selain
pencabutan NPWP, Dirjen Pajak juga akan mencabut pengukuhan pengusaha kena
pajak (PKP) atas bendahara penerimaan. Adapun pencabutan ini akan dilakukan
setelah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.231/PMK.03/2019 resmi
berlaku yaitu pada 1 April 2020.
“Direktur
Jenderal Pajak secara jabatan menghapus NPWP bendahara pengeluaran, penerimaan,
atau desa yang dimiliki sebelum PMK ini berlaku dan mencabut pengukuhan PKP
bendahara penerimaan yang dikukuhkan sebelum PMK ini berlaku,” demikian bunyi
Pasal 27 ayat (1) beleid tersebut.
Selain
melakukan pencabutan, Dirjen Pajak juga akan menerbitkan NPWP baru untuk
seluruh instansi pemerintah secara jabatan. Begitu pula dengan pengukuhan PKP
akan dilakukan secara jabatan bagi instansi pemerintah yang bendahara
penerimaannya telah dikukuhkan sebagai PKP sebelumnya.
Kemudian, atas
langkah pencabutan NPWP dan pengukuhan PKP secara jabatan ini, instansi
pemerintah harus melakukan dua hal. Pertama, menyampaikan perubahan
data ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat Instansi pemerintah terdaftar
setelah menerima NPWP baru.
Kedua, mengajukan permohonan Sertifikat Elektronik dan aktivasi
akun PKP bagi Instansi Pemerintah yang telah dikukuhkan sebagai PKP. Namun,
beleid ini menegaskan selama belum memasuki 1 April 2020 maka pelaksanaan hak
dan kewajiban pajak tetap menggunakan NPWP bendahara.
Kemudian, atas
dokumen kontrak dan/atau penagihan yang menggunakan NPWP bendahara karena
disusun sebelum PMK ini berlaku, tetapi penyetoran pajak dilakukan setelah
berlakunya PMK ini maka penyetoran pajak tersebut menggunakan NPWP instansi pemerintah.
Beleid ini
dimaksudkan untuk mendorong kepatuhan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
pajak bagi instansi pemerintah. Melalui beleid ini, Kemenkeu mewajibkan instansi pemerintah untuk mendaftarkan diri pada
KPP atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).
Lebih lanjut,
beleid ini juga menjabarkan penyesuaian atas tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak pertambahan nilai (PPN) serta
pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) oleh instansi pemerintah.
Melalui beleid ini pula pemerintah memberikan
penjabaran contoh perhitungan dan pemotongan untuk setiap PPh yang harus
dipotong oleh instansi pemerintah. Adapun beleid ini diundangkan pada 31
Desember 2019 dan berlaku 3 bulan setelahnya. Berlakunya beleid ini akan
sekaligus mencabut yaitu Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.563/KMK.03/2003. (zah)
0 comments: