Kamis, 10 November 2016

Dugaan Korupsi di KIP Aceh


BANDA ACEH – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menduga ada ‘aroma’ atau indikasi korupsi di tubuh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. Hal tersebut berpijak pada temuan bahwa terdapat 21 pegawai di KIP Aceh yang menerima tunjangan dari dua tempat, yakni dari Pemerintah Aceh dan KPU RI.

Hal tersebut ternyata melanggar hukum, karena jika sudah menerima tunjangan dari Pemerintah Aceh maka tak boleh lagi mengajukan permintaan tunjangan ke KPU RI. Namun ke 21 pegawai tersebut mengaku tidak menerima tunjangan dari Pemerintah Aceh melalui surat pernyataan. Mereka kemudian mengajukan permohonan tunjangan lagi ke KPU RI. Sehingga, mereka menerima dua kali tunjangan yang sifatnya melanggar hukum.

“Pengambilan tunjangan pada KPU RI oleh 21 orang pegawai KIP Aceh dengan cara membuat surat pernyataan tidak menerima tunjangan dari Pemerintah Aceh merupakan perbuatan korupsi,” kata Monitoring Peradilan dan Anti Korupsi MaTA, Bahaqi, saat menggelar konferensi pers di kantor MaTA, Rabu, 9 November 2016.

Hasil perhitungan MaTA diketahui negara menderita kerugian hingga Rp1.595.022.000. MaTA kemudian merincikan, dari total jumlah tersebut pada enam bulan semester kedua 2014 atau dari Juli hingga Desember, diketahui sebanyak 21 pegawai di KIP Aceh mendapat total tunjangan sebesar Rp368.082.000. Jumlah nominal tunjangan ini bervariasi karena disesuaikan dengan pangkat dan jabatan mereka di KIP Aceh.

Selanjutnya, negara melalui KPU RI juga mengucurkan total tunjangan hingga Rp736.164.000 pada 2015 untuk 21 pegawai di KIP Aceh. Di tahun 2016, ke 21 pegawai ini juga mendapat tunjangan dengan total sebanyak Rp490.776.000 selama delapan bulan, mulai Januari hingga Agustus. Temuan ini kemudian dilaporkan ke Kejati Aceh pada 9 November 2016. MaTA berharap temuan ini dapat ditindaklanjuti dan didalami. 

Kejati Aceh juga diminta menelusuri kebenaran  keterlibatan staf Sekretariat KPU RI dalam kasus dugaan korupsi tersebut. MaTA juga meminta pihak kejaksaan untuk melebarkan kasus tersebut karena patut diduga ada indikasi korupsi lain di tubuh KIP Aceh.

“Kami sudah melaporkan hal ini ke pihak kejaksaan. Kejati Aceh harus menjadikan laporan indikasi korupsi yang disampaikan oleh MaTA ini Sebagai pintu masuk untuk mengungkap potensi-potensi korupsi lain di Sekretariat KIP Aceh,” kata Baihaqi lagi.

Koordinator MaTA, Alfian menanggapi serius persoalan tersebut. Menurut dia indikasi korupsi ini bukan hanya persoalan kerugian negara yang ditimbulkan, akan tetapi juga integritas KIP dalam melaksanakan Pilkada yang berkualitas. “Ini bukan hanya persoalan kerugian negara, tapi juga integritas KIP Aceh dalam menjalankan tugasnya. Bisa dipastikan bahwa jika tata kelola keuangan saja seperti ini apalagi hal lain,” kata Alfian. Namun dia belum bisa memastikan apakah ke 21 orang tersebut bersalah semua, atau hanya ada beberapa aktor saja yang bermain. “Itu belum bisa dipastikan,” katanya.

Dia menyebutkan indikasi korupsi di tubuh KIP bukan terkaan belaka, karena berpijak pada data dan fakta yang valid. “Tidak mungkin mereka tidak tahu bahwa ini adalah korupsi. Ini pasti sudah direncanakan,” kata Alfian. (Smbr : Portalsatu.com)


Previous Post
Next Post

0 comments: