BANDA
ACEH – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menduga ada ‘aroma’ atau
indikasi korupsi di tubuh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. Hal tersebut
berpijak pada temuan bahwa terdapat 21 pegawai di KIP Aceh yang menerima
tunjangan dari dua tempat, yakni dari Pemerintah Aceh dan KPU RI.
Hal tersebut ternyata melanggar
hukum, karena jika sudah menerima tunjangan dari Pemerintah Aceh maka tak boleh
lagi mengajukan permintaan tunjangan ke KPU RI. Namun ke 21 pegawai tersebut
mengaku tidak menerima tunjangan dari Pemerintah Aceh melalui surat pernyataan.
Mereka kemudian mengajukan permohonan tunjangan lagi ke KPU RI. Sehingga,
mereka menerima dua kali tunjangan yang sifatnya melanggar hukum.
“Pengambilan tunjangan pada KPU RI
oleh 21 orang pegawai KIP Aceh dengan cara membuat surat pernyataan tidak
menerima tunjangan dari Pemerintah Aceh merupakan perbuatan korupsi,” kata
Monitoring Peradilan dan Anti Korupsi MaTA, Bahaqi, saat menggelar konferensi
pers di kantor MaTA, Rabu, 9 November 2016.
Hasil perhitungan MaTA diketahui
negara menderita kerugian hingga Rp1.595.022.000. MaTA kemudian merincikan,
dari total jumlah tersebut pada enam bulan semester kedua 2014 atau dari
Juli hingga Desember, diketahui sebanyak 21 pegawai di KIP Aceh mendapat total
tunjangan sebesar Rp368.082.000. Jumlah nominal tunjangan ini bervariasi karena
disesuaikan dengan pangkat dan jabatan mereka di KIP Aceh.
Selanjutnya, negara melalui KPU RI
juga mengucurkan total tunjangan hingga Rp736.164.000 pada 2015 untuk 21
pegawai di KIP Aceh. Di tahun 2016, ke 21 pegawai ini juga mendapat tunjangan
dengan total sebanyak Rp490.776.000 selama delapan bulan, mulai Januari hingga
Agustus. Temuan ini kemudian dilaporkan ke Kejati Aceh pada 9 November 2016.
MaTA berharap temuan ini dapat ditindaklanjuti dan didalami.
Kejati Aceh juga diminta
menelusuri kebenaran keterlibatan staf Sekretariat KPU RI dalam
kasus dugaan korupsi tersebut. MaTA juga meminta pihak kejaksaan untuk
melebarkan kasus tersebut karena patut diduga ada indikasi korupsi lain di
tubuh KIP Aceh.
“Kami
sudah melaporkan hal ini ke pihak kejaksaan. Kejati Aceh harus menjadikan
laporan indikasi korupsi yang disampaikan oleh MaTA ini Sebagai pintu masuk
untuk mengungkap potensi-potensi korupsi lain di Sekretariat KIP Aceh,” kata
Baihaqi lagi.
Koordinator MaTA, Alfian
menanggapi serius persoalan tersebut. Menurut dia indikasi korupsi ini bukan
hanya persoalan kerugian negara yang ditimbulkan, akan tetapi juga integritas
KIP dalam melaksanakan Pilkada yang berkualitas. “Ini bukan hanya persoalan kerugian
negara, tapi juga integritas KIP Aceh dalam menjalankan tugasnya. Bisa
dipastikan bahwa jika tata kelola keuangan saja seperti ini apalagi hal lain,”
kata Alfian. Namun dia belum bisa memastikan apakah ke 21 orang tersebut
bersalah semua, atau hanya ada beberapa aktor saja yang bermain. “Itu belum
bisa dipastikan,” katanya.
Dia menyebutkan indikasi korupsi
di tubuh KIP bukan terkaan belaka, karena berpijak pada data dan fakta yang
valid. “Tidak mungkin mereka tidak tahu
bahwa ini adalah korupsi. Ini pasti sudah direncanakan,” kata Alfian. (Smbr :
Portalsatu.com)
0 comments: