Jumat, 08 Januari 2016

Mugiyanto Sipin aktivis Indonesia, di usir setiba di Bandara Kuala Lumpur


Aktivis HAM asal Indonesia, Mugiyanto Sipin, yang sedianya hadir dalam sebuah diskusi, dicekal setibanya di Bandara Kuala Lumpur lepas tengah hari, Kamis (7/1) dan diancam akan ditahan jika berkeras masuk Malaysia.

Mugiyanto, pegiat HAM yang pernah menjadi korban penculikan Tim Mawar yang melibatkan Prabowo, dijadwalkan untuk menjadi pembicara dalam diskusi bertopik "gerakan rakyat menuju perubahan," Kamis malam ini.
Acara itu merupakan rangkaian kegiatan Semangat Kuning, atau Yellow Mania, yang digelar dari 6-10 Januari 2016. Selain diskusi, acara tersebut terdiri dari pameran foto, stand-up comedy, dan aktivitas lainnya.

Acara tersebut diselenggarakan Bersih 2.0, wadah berbagai organisasi di Malaysia yang menuntut pembaharuan politik dan pemberantasan korupsi. Kuning adalah warna identitas mereka. "Namun sesudah mendarat di Bandara Kuala Lumpur, di imigrasi paspor saya diperiksa dengan teliti, lalu saya dibawa ke sebuah ruangan khusus," papar Mugiyanto, kepada Ging Ginanjar dari BBC Indonesia. "Di ruangan itu ada tiga orang menunggu, yang memperkenalkan diri dari kepolisian. Dan salah satunya mengaku dari satuan antiteror," kata Mugiyanto pula. "Mereka bilang, saya tak boleh masuk Malaysia, karena akan datang ke suatu acara politk. Sebagai orang asing saya tak boleh melakukan itu karena merupakan intervensi terhadap urusan dalam negeri Malaysia."

Mugiyanto bingung, karena sebelumnya ia sudah sering ke Malaysia untuk bermacam acara, dan tak menemui masalah. "Mereka bilang, kalau tetap masuk Malaysia, keluar dari bandara, saya akan ditangkap. Sebetulnya saya akan tetap ngotot masuk. Tak apa kalau ditangkap. Tapi mereka menahan paspor saya."

"Saya menelpon panitia, Bersih2.0, mengabarkan masalah saya, tapi kemudian diharuskan memutuskan hubungan telepon oleh polisi-polisi itu." Lalu Mugiyanto mengatakan akan menghubungi Konsulat Indonesia. "Mereka bilang, tak akan ada gunanya juga. Ketika saya ngotot, mereka bilang, ini sudah mau boarding. Lalu saya digiring oleh 10 orang hingga masuk ke pesawat Garuda untuk kembali ke Jakarta," kisah Mugi.

Mugiyanto menyesalkan pengusirannya yang dinilainya bertentangan dengan semangat kebebasan dan demokrasi. Maria Chin Abdullah, Ketua Bersih 2.0 yang sedianya tampil bersama Mugiyanto dalam diskusi, tak habis pikir dengan deportasi yang dilakukan aparat Malaysia.

"Ini sebuah skandal. Pelanggaran terang-terangan terhadap kebebasan berekspresi," kata Maria Chin kepada Ging Ginanjar dari BBC. "Kami mengutuk keras pemerintah Malaysia atas tindakan ini, dan menuntut mereka memberikan penjelasan terbuka, mengapa mereka mendeportasi Mugiyanto. Maria Chin Abdullah menandaskan, Mugiyanto akan tetap tampil sebagai pembicara di diskusi Semangat Kuning Bersih2.0 malam ini, walaupun hanya melalui diskusi jarak jauh dengan Skype.

"Ini untuk menunjukkan bahwa kami tidak tunduk terhawap kesewenang-wenangan," kata Maria Chin pula. BBC beberapa kali menghubungi pihak berwenang Malaysia, namun panggilan telepon kami tak pernah diangkat, dan hanya masuk ke mesin penjawab otomatis.


Rabu, 06 Januari 2016

Puluhan Jenazah Migran Ditemukan Tersapu Ombak di Laut Turki


Media Turki melaporkan setidaknya 21 jenazah migran, termasuk anak-anak, ditemukan tersapu ombak di pesisir Aegea. Rekaman video dan foto menunjukkan adanya jasad-jasad itu dalam kondisi masih mengenakan jaket pelampung.

Jenazah ditemukan pada Selasa pagi (5/1/2016) di kota wisata Ayvalik. Menurut aparat keamanan Turki, para migran bertolak dari Ayvalik menuju Pulau Lesbos, Yunani, dengan menumpang perahu. Setelah penemuan sembilan jenazah migran, penjaga pantai Turki diterjunkan untuk mencari kemungkinan migran yang masih hidup. Pencarian dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal dan dibantu dengan helikopter.

Sejauh ini delapan orang telah diselamatkan. Pihak berwenang belum mengumumkan identitas dan kewarganegaraan mereka. Turki ditempati sekitar 2,2 juta pengungsi dari Suriah yang melarikan diri akibat perang saudara.

Negara itu menjadi tempat transit bagi migran dan pengungsi untuk mencapai Eropa. Sebagian dari mereka harus membayar ribuan dollar kepada kelompok penyelundup untuk mengarungi laut yang berbahaya.

Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mencatat lebih dari satu juta migran masuk ke Eropa selama tahun 2015.(BBC Indonesia)