JAKARTA -- Rafendi Djamin Direktur Eksekutif
Human Rights Working Group (HRWG) menilai Din Minimi
tak pantas menerima amnesti dari Presiden Joko Widodo. Menurutnya, apa yang
dilakukan pemimpin kelompok bersenjata di Aceh itu berbeda dengan apa yang
dilakukan Gerakan Aceh Merdeka dahulu, Rafendi mengatakan, pada 15 Agustus 2005
lalu, kesepakatan damai telah diteken antara GAM dan Pemerintah Republik
Indonesia di Helsinki, Finlandia.
Saat itu, kedua pihak sepakat mengakhiri
konflik bersenjata. Oleh karena itulah, Rafendi menilai kelompok bersenjata
yang memberontak termasuk dalam pelaku kriminal setelah adanya kesepakatan
perdamaian tersebut.
"Jadi, Jokowi sebaiknya tidak memberikan
amnesti kepada mereka hanya karena ada dorongan politik. Ini adalah persoalan
penegakan hukum," kata Rafendi saat ditemui di kantor HRWG, Jakarta,
Selasa (5/12). Rafendi pun mempertanyakan upaya Kepala Badan Intelijen Nasional
(BIN) Sutiyoso yang turun tangan langsung ke Aceh untuk berkomunikasi dengan Din Minimi.
Ia menilai tidak seharusnya Sutiyoso melakukan hal tersebut.
"Ada pekerjaan BIN yang lebih besar
dibandingkan itu. Ini sudah salah kaprah karena sebenarnya apa yang dilakukan
kelompok Din Minimi adalah
tindakan kriminal," ujarnya. Karena itulah Rafendi menilai Din harus
diproses secara hukum. Setelah proses hukum itu baru pengampunan bisa
diberikan.
"Harus konsisten dengan hasil kesepakatan
saat perdamaian Aceh. Sekarang pemerintah seharusnya lebih fokus pada
pencegahan konflik di Aceh," katanya. Sebelumnya Jokowi menyatakan akan
memberikan amnesti kepada Din Minimi dan
anak buahnya setelah menyerah.
0 comments: