Rabu, 07 Desember 2016

Gempa 6,4 SR Guncang Pidie Jaya, Ribuan Warga Panik




BANDA ACEH - Gempa dengan getaran cukup kuat yang dirasakan masyarakat mengguncang wilayah Banda Aceh dan sekitarnya, sekira pukul 05.03 WIB. Getaran gempa dirasakan hampir satu menit tersebut mengejutkan warga di ibu kota Provinsi Aceh. Namun belum diketahui ada kerusakan atau korban jiwa atau tidak akibat gempa tersebut.

Gempa terjadi beberapa menit menjelang azan Subuh, sehingga membuat sebagian warga keluar rumah guna menghindari hal-hal berbahaya yang mungkin terjadi.
Dari pengamatan di Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, masyarakat kawasan pesisir tersebut sempat waswas terjadinya tsunami akibat gempa ini.



Sejumlah warga sempat hendak mengevakuasi diri menjauh dari pantai. Namun, mereka belum bergerak karena menunggu informasi resmi.
"Kami hendak evakuasi, tapi masih menunggu. Gempanya terasa kuat. Rumah sempat bergetar, terasa seperti gempa akhir 2004 silam," ungkap Nurfida, ibu rumah tangga, di Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, Rabu (7/12/2016)
Sementara itu, informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyebutkan gempa itu berkekuatan 6,4 skala richter (SR) yang terjadi pada kedalaman 10 kilometer.
Gempa terjadi pukul 05.03 WIB tersebut berada di 5.19 lintang utara (LU) dan 96.36 bujur timur (BT). Pusat gempa berada di kawasan Kabupaten Pidie Jaya dan tidak berpotensi tsunami
  

Kamis, 10 November 2016

Dugaan Korupsi di KIP Aceh


BANDA ACEH – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menduga ada ‘aroma’ atau indikasi korupsi di tubuh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. Hal tersebut berpijak pada temuan bahwa terdapat 21 pegawai di KIP Aceh yang menerima tunjangan dari dua tempat, yakni dari Pemerintah Aceh dan KPU RI.

Hal tersebut ternyata melanggar hukum, karena jika sudah menerima tunjangan dari Pemerintah Aceh maka tak boleh lagi mengajukan permintaan tunjangan ke KPU RI. Namun ke 21 pegawai tersebut mengaku tidak menerima tunjangan dari Pemerintah Aceh melalui surat pernyataan. Mereka kemudian mengajukan permohonan tunjangan lagi ke KPU RI. Sehingga, mereka menerima dua kali tunjangan yang sifatnya melanggar hukum.

“Pengambilan tunjangan pada KPU RI oleh 21 orang pegawai KIP Aceh dengan cara membuat surat pernyataan tidak menerima tunjangan dari Pemerintah Aceh merupakan perbuatan korupsi,” kata Monitoring Peradilan dan Anti Korupsi MaTA, Bahaqi, saat menggelar konferensi pers di kantor MaTA, Rabu, 9 November 2016.

Hasil perhitungan MaTA diketahui negara menderita kerugian hingga Rp1.595.022.000. MaTA kemudian merincikan, dari total jumlah tersebut pada enam bulan semester kedua 2014 atau dari Juli hingga Desember, diketahui sebanyak 21 pegawai di KIP Aceh mendapat total tunjangan sebesar Rp368.082.000. Jumlah nominal tunjangan ini bervariasi karena disesuaikan dengan pangkat dan jabatan mereka di KIP Aceh.

Selanjutnya, negara melalui KPU RI juga mengucurkan total tunjangan hingga Rp736.164.000 pada 2015 untuk 21 pegawai di KIP Aceh. Di tahun 2016, ke 21 pegawai ini juga mendapat tunjangan dengan total sebanyak Rp490.776.000 selama delapan bulan, mulai Januari hingga Agustus. Temuan ini kemudian dilaporkan ke Kejati Aceh pada 9 November 2016. MaTA berharap temuan ini dapat ditindaklanjuti dan didalami. 

Kejati Aceh juga diminta menelusuri kebenaran  keterlibatan staf Sekretariat KPU RI dalam kasus dugaan korupsi tersebut. MaTA juga meminta pihak kejaksaan untuk melebarkan kasus tersebut karena patut diduga ada indikasi korupsi lain di tubuh KIP Aceh.

“Kami sudah melaporkan hal ini ke pihak kejaksaan. Kejati Aceh harus menjadikan laporan indikasi korupsi yang disampaikan oleh MaTA ini Sebagai pintu masuk untuk mengungkap potensi-potensi korupsi lain di Sekretariat KIP Aceh,” kata Baihaqi lagi.

Koordinator MaTA, Alfian menanggapi serius persoalan tersebut. Menurut dia indikasi korupsi ini bukan hanya persoalan kerugian negara yang ditimbulkan, akan tetapi juga integritas KIP dalam melaksanakan Pilkada yang berkualitas. “Ini bukan hanya persoalan kerugian negara, tapi juga integritas KIP Aceh dalam menjalankan tugasnya. Bisa dipastikan bahwa jika tata kelola keuangan saja seperti ini apalagi hal lain,” kata Alfian. Namun dia belum bisa memastikan apakah ke 21 orang tersebut bersalah semua, atau hanya ada beberapa aktor saja yang bermain. “Itu belum bisa dipastikan,” katanya.

Dia menyebutkan indikasi korupsi di tubuh KIP bukan terkaan belaka, karena berpijak pada data dan fakta yang valid. “Tidak mungkin mereka tidak tahu bahwa ini adalah korupsi. Ini pasti sudah direncanakan,” kata Alfian. (Smbr : Portalsatu.com)


Selasa, 01 November 2016

Sutrisman Kasubbag Program dan Data KIP Aceh, Saya Dituding Penggerak Aksi Mosi Tidak Percaya Pada Sekretaris KIP Aceh.


Sutrisman, Kasubbag Program dan Data KIP Aceh, mengaku ikut menjadi korban sikap arogansi Darmansyah. Bahkan, ia dituding sebagai penggerak aksi untuk menentang Sekretaris KIP Aceh itu. Padahal, menurut Sutrisman, dirinya sangat loyal terhadap Darmansyah. Ia masih ingat betul bagaimana Darmansyah meminta dukungan padanya beserta pegawai organik lainnya. Kala itu, Darmansyah butuh dukungan mereka agar tidak dilengserkan dari posisi Sekretaris KIP Aceh.

 “Bantu saya, bagaimana caranya mengagalkan pleno untuk pergantian sekretaris. Jika  ada yang datang dari inspektorat katakan saja pleno tersebut tidak benar,” tutur Sutrisman mengisahkan permintaan Darmansyah kepadanya pada 2015 lalu. Sebut Sutrisman, itulah awal mula cerita ia bersama 16 pegawan organik lainnya membuat surat pernyataan mendukung Darmansyah dan agar dipertahankan sebagai Sekretaris KIP Aceh. Meskipun saat itu komisioner KIP telah menggelar pleno pergantian Darmansyah kepada Munawar, akhirnya pergantian tersebut dibatalkan. Sutrisman mengaku adalah pegawai organik pertama yang dikirim KPU Pusat pada masa awal pendirian KIP di Aceh. Hal inilah yang membuat Darmansyah meminta bantuan Sutrisman untuk mengajak pegawai organik lainnya memback-up dirinya agar tak terpental dari kursi jabatan. 

Di balik permintaan itu, kisah dia, Darmansyah berjanji akan mengangkat pegawai organik yang mencukupi syarat dan pangkat untuk menduduki jabatan strategis di KIP Aceh. “Saat itu, ia menjanjikan Munawar bakal menjabat Kasubbag SDM,” katanya. Sutrisman pun mengumpulkan sejumlah rekannya. Bak gayung bersambut, para pegawai lainnya pun sepakat dengan Sutrisman. “Namun, janji tinggal janji, Darmansyah melupakannya begitu saja,” katanya.Menurut pria yang kini menjabat Kasubbag Program dan Data, Darmansyah tak memegang janjinya. Salah satu orang yang dijanjikan mendapat prioritas untuk mendapat posisi tak kunjung dipromosikan. “Darmansyah juga tidak menindaklanjuti hasil pleno Komisiner KIP terhadap saudara Maimun untuk menduduki jabatan sebagai Kasubbag SDM. Hingga saat ini saudara Maimun masih sebagai staf,” ujarnya lagi. Padahal, menurut Sutrisman, dirinya sangat loyal terhadap Darmansyah. Ia masih ingat betul bagaimana Darmansyah meminta dukungan padanya beserta pegawai organik lainnya. Kala itu, Darmansyah butuh dukungan mereka agar tidak dilengserkan dari posisi Sekretaris KIP Aceh. “Bantu saya, bagaimana caranya mengagalkan pleno untuk pergantian sekretaris. Jika  ada yang datang dari inspektorat katakan saja pleno tersebut tidak benar,” tutur Sutrisman mengisahkan permintaan Darmansyah kepadanya pada 2015 lalu. Sebut Sutrisman, itulah awal mula cerita ia bersama 16 pegawan organik lainnya membuat surat pernyataan mendukung Darmansyah dan agar dipertahankan sebagai Sekretaris KIP Aceh. Meskipun saat itu komisioner KIP telah menggelar pleno pergantian Darmansyah kepada Munawar, akhirnya pergantian tersebut dibatalkan. 

Sutrisman mengaku adalah pegawai organik pertama yang dikirim KPU Pusat pada masa awal pendirian KIP di Aceh. Hal inilah yang membuat Darmansyah meminta bantuan Sutrisman untuk mengajak pegawai organik lainnya memback-up dirinya agar tak terpental dari kursi jabatan. Di balik permintaan itu, kisah dia, Darmansyah berjanji akan mengangkat pegawai organik yang mencukupi syarat dan pangkat untuk menduduki jabatan strategis di KIP Aceh. “Saat itu, ia menjanjikan Munawar bakal menjabat Kasubbag SDM,” katanya. Sutrisman pun mengumpulkan sejumlah rekannya. Bak gayung bersambut, para pegawai lainnya pun sepakat dengan Sutrisman. “Namun, janji tinggal janji, Darmansyah melupakannya begitu saja,” katanya.

Menurut pria yang kini menjabat Kasubbag Program dan Data, Darmansyah tak memegang janjinya. Salah satu orang yang dijanjikan mendapat prioritas untuk mendapat posisi tak kunjung dipromosikan. “Darmansyah juga tidak menindaklanjuti hasil pleno Komisiner KIP terhadap saudara Maimun untuk menduduki jabatan sebagai Kasubbag SDM. Hingga saat ini saudara Maimun masih sebagai staf,” ujarnya lagi. Ia menuturkan, munculnya peryataan sikap yang berisi mosi tidak percaya kepada Darmansyah sekaligus untuk membuka kesalahan-kesalahannya selama ini. Surat itu awalnya hanya dikirimkan ke Darmansyah selaku Sekretaris KIP Aceh. 

Namun, karena tak digubris, mereka mengirimkan surat tersebut ke Sekjen KPU Pusat. Menurut Sutrisman, kisruh di KIP Aceh dilatar belakangi sejumlah persoalan mendasar yang perlu ditanggulangi. Yakni, terkait dengan tunjangan ganda, masalah pergantian struktural, tidak melakukan pembinaan terhadap pegawai KIP Aceh serta mengantikan admin ULP dan Pokja ULP KIP karena tidak memenuhi keinginnan Darmansyah yang mengarahkan pemenang lelang maupun pengadaan langsung. Perlawanan pihaknya, lanjut Sutrisman, membuat Darman berang. “Ia menuding saya sebagai orang yang mempengaruhi kawan-kawan. Padahal saya tak pernah memprovokasi. Ini murni karena kekecewaan mereka sendiri,” bebernya. Begitupun, Sutrisman akhirnya dicopot dari jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di KIP Aceh. Alasannya, ia tak memenuhi kualifikasi. Dalam proses pergantian pun ada kejanggalan. Misalnya, seharusnya mutasi yang dilakukan tehadap Sutrisman harus diplenokan dan sepengetahuan komisioner KIP, namun tidak dilakukan. 

Keputusan tersebut langsung dibawa ke KPU Pusat. “Alasannya saya tak punya setifikat kualifikasi ahli pengadaan barang dan jasa, sehingga saya harus diganti. Saya merasa sangat dirugikan atas apa yang dilakukan oleh Darmansyah,” kata Sutrisman seraya memperlihatkan sertifikat yang ia maksud. Menurut Sutrisman, posisi PPK kini dijabat sendiri oleh Darmansyah yang merangkap sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di KIP Aceh. “Secara aturan memang diperbolehkan, tapi tidak etis karena ada pegawai lain yang memiliki syarat menggantikan saya sebagai PPK,” katanya. Selain dirinya, lanjut Sutrisman, saat ini di KIP Aceh ada empat orang yang memiliki sertifikat ahli barang dan jasa pemerintah, yakni Munawar, Fahmi, Zainal dan Darmansyah. “Namun, saat ini posisi PPK dijabat sendiri oleh Darmansyah yang merangkap KPA,” ulangnya. Meski begitu, Sutrisman mengaku dirinya bersyukur karena tidak terlibat lebih jauh dalam mekanismen keuangan di KIP Aceh. “Ini menjadi hikmah bagi saya dan tidak ingin mempermasalahkan lebih jauh lagi,” katanya. 

Di luar perlakuan terhadapnya, Sutrisman menilai pergantian dua rekannya menunjukan sikap semena-mena Darmasnyah. T Haris Syafira dan Maimun Mahmilul dimutasi ke KIP kabupaten/kota setelah meneken surat mosi tak percaya kepada Darmansyah. “Haris Syarifa dipindahkan ke KIP Aceh Besar dan Maimun dimutasi ke Pidie Jaya dengan surat perintah terhitung 17 Oktober 2016 hingga 17 Oktober 2017. Merka masih staf, namun sangat berpengaruh bagi mereka atas permindahan ini,” tegas dia. 

Selain mutasi tersebut, Darmansyah juga diketahui sudah mengganti admin ULP dan Pokja ULP. Hal ini sebelumnya pernah disampaikan Darmasyah. Posisi admin yang sebelumnya dijabat Aulia kini diisi oleh Khairil yang dimutasi dari Pidie Jaya. Namun, proses mutasi hanya melalui panggilan telepon. “Pemanggilan tidak melalui surat, melainkan dengan menelpon Khairil. Seharusnya melalui surat yang dituju kepada Sekretariat KIP Pidie Jaya untuk meminta izin terlebih dahulu selaku atasan dia di sana,” pungkas Sutrisna. 

Selasa, 02 Agustus 2016

KIP ACEH LAUNCHING PILKADA ACEH 2017


























Gendrang tanda mulainya Tahapan Pilkada Aceh 2017 menggema di zona pendidikan Gedung Dayan Dawood Darussalam Banda Aceh selasa 2/8/2016.

Dalam sambutannya Ketua KIP Aceh, Ridwan Hadi dengan penuh semangat akan mencatat sejarah penyelenggara Pilkada kali ini merupakan yang terbesar di indonesia dan berlangsung dalam keadaan aman damai dan bermartabat, catatan yang lalu harus mampu kita revisi dengan semangat baru yaitu cinta damai sehingga pilkada pun terlaksana sesuai harapan rakyat aceh.

Ada catatan penting dalam pilkada, yang mana telah mencatat sejarah bagi calon perseorangan, sebelumnya belum ada regulasi memberikan ruang bagi masyarakat dengan dukungan 3 persen untuk maju menjadi pemimpin dengan merujuk pada UU PA No.11 Tahun 2006, namun saat ini semua calon perseorangan diterapkan di seluruh indonesia. Deklarasi Pilkada Damai ini akan di deklarasi sampai ke tingkat kecamatan-kecamatan yang ada di seluruh kabupaten aceh, kita juga akan bentuk forum pilkada damai di aceh.

Di hadapan Komisioner KPU Pusat yang di wakili Sigit Pamungkas dan Arif Budiman, Gubernur dan Muspida Aceh, Bupati/Walikota, Jajaran KIP Aceh, Panwaslu Aceh, para pengurus Partai Politik dan insan pers, Ridwan Hadi menyampaikan bahwa himbauan Gubernur agar kita turut serta mendukung dan menyukseskan pilkada, serta berikan kesempatan kepada semua pihak untuk berpartisipasi dalam pilkada, mari kita sosialisasi tentang Pilkada Aceh, yang mana penyelenggara pilkada harus profesional, mandiri, non partisan dan independen.kepada seluruh stakeholder yang terlibat dalam pilkada.


























Dalam sambutannya, Sigit Pamungkas, mengatakan Aceh bukan hanya daerah modal tapi inpirasi bagi indonesia, banyak hal yang di kagumi nasional dan intrenasiaonal seperti pembentukan Bapenas MUI dan pembelian Pesawat Terbang Perdana, saya bangga dengan aceh, begitu besar sumbangsih dan special bagi bangsa ini, aceh banyak melahirkan calon perseorangan sejak tahun 2006, harapan kami bagi aceh ialah mampu memberikan contoh lagi untuk nasional sebagai model pilkada damai.

Sigit Pamungkas juga berpesan perdamaian itu harus dijaga agar pembangunan berjalan di aceh, dengan pertumbuhan ekonomi yang merata di segala bidang maka masyarakat akan makmur, TNI/Polri tetap menjaga netralitas dalam pilkada, para penyelenggara harus bekerja dengan sebaik-baiknya sehingga dipercaya publik, saat ini kepercayaan publik sudah mencapai 70 persen, masuk dalam empat besar lembaga yg dipercayai publik.

Dengan jiwa bersih dari masyakat aceh, kami yakin kepercayaan rakyat indonesia dan  dunia bagi aceh tetap terjaga.(HD/FAA)

Selasa, 09 Februari 2016

M@PPA: Pemekaran Aceh Penghianatan Perdamaian


Banda Aceh. Wacana pemekaran Aceh menjadi dua provinsi yaitu Ala dan Abas kembali dimunculkan menjelang  proses tahapan pilkada Aceh 2017 mendatang. Pemekaran Ala-Abas sudah lama diwacanakan oleh elit politik yang menginginkan Aceh dibagi menjadi dua provinsi, tetapi hal tersebut secara nyata bertentangan dengan MoU Helsinki dan UU PA.

Demikian disampaikan Ketua M@PPA  Aceh, Azwar, AG (foto) dalam siaran persnya yang diterima Lintaspe, Minggu (7/2), Menurutnya, secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat bahwa, pemekaran Ala dan Abas bukanlah solusi untuk mencapai kesejahtraan. Dengan pemekaran tersebut akan membawa dampak negatif bagi kestabilan politik di Aceh dan ini cukup berpengaruh terhadap perdamaian. “Jika hari ini kita hanya memikirkan pemekaran Aceh tanpa memberikan solusi terhadap persoalan pembangunan, pemerataan ekonomi dan sosial kebudayaan maka kita  kembali lagi ke mengulang sejarah kelam,”katanya.

Dia mengatakan, bahwa anak cucu kita akan mencatat bahwa kegalan pembangunan Aceh dan pemeretaan ekonomi akibat konflik sesama orang Aceh karena persoalan pemekaran. Pembentukan Ala - Abas secara administrasi sudah tidak terpenuhi berupa usulan Gubernur dan Persetujuan DPR Aceh. Secara nyata UU PA sudah mengunci pemekaran Aceh, tapi hari ini elit politik tetap memaksakan kehendaknya atas nama rakyat. Bila kita jeli melihat bahwa deklarasi pembentukan Abas pada tanggal 4 Desember 2005 dilakukan secara sepihak oleh para pendukungnya bertepatan dengan momentum pembahasan RUU Pemerintah Aceh.

Pesoalan Aceh hari ini adalah persoalan keadilan, kesenjangan sosial dan juga persoalan kemanusian dan ekonomi kerakyatan, jadi bukan persolan pemekaran seperti keinginan elit-elit politik. Rakyat harus mendesak Pemerintah Aceh, DPR Aceh, Wakil Rakyat Aceh di DPR-RI dan Senator DPD-RI Dapil Aceh, untuk menyelesaikan persoalan keadilan, kesenjangan sosial dan ekonomi kerakyat.

“Kami menilai selama ini perwakilan masyarakat Aceh di DPR RI sibuk dengan Agenda pemekaran yang hanya memihak kepada kepentingan segelintir elit politik di daerah tertentu yang belum tentu dapat memberikan jaminan kesejahtraan, ”ujarnya

Berbicara pememekaran Aceh kami nilai ini bertentangan dengan MoU dan UUPA, lebih lanjut kami berharap semua pihak yang terlibat dalam Tim Pemekaran untuk tdak mengkhianati perdamaian Aceh. Masyarakat Aceh harus melawan semua pihak yang menentang MoU dan UU PA, perdamaian dilakukan untuk menyatukan seluruh masyarakat Aceh, untuk membangun kembali Aceh yang bermartabat dan merumuskan kembali tatanan sosial di bawah UU No. 11 Tahun 2006.


“Masih banyak PR perdamaian yang harus sesegera mungkin di perjuangkan oleh perwakilan Aceh baik di Parlemen Pusat atau Parlemen Daerah,  termasuk percepatan pembentukan lembaga KKR, Pengadilan HAM Komisi kebenaran dan Klaim serta Alokasi lahan Untuk mantan Kombatan,”tuturnya. (tim)